Disebuah surau, terdengar suara Pak Guru ngaji berbicara tentang perbedaan keburukan kepada murid-muridnya.
“Kenapa
dalam kenduri tadi malam tak kita sebut Fulan membunuh ayam, melainkan
Fulan menyembelih ayam? Kenapa Si Fulan tidak disebut pembunuh, melainkan
penyembelih?”
“Karena kebaikan dan keburukan itu bentuk
pekerjaanya bisa sama, tetapi berbeda perhubungan nilai dan HAQnya. Misalkan kalian menggenggam sebilah pedang, kemarin kalian menebaskannya ke dahan
pohon, hari ini ke leher seseorang. Yang kalian lakukan semata mata
menebaskan pedang, tetapi pada tebasan yang kedua, kalian menghadirkan
sesuatu tidak pada tempatnya dan tidak pada HAQnya.”
“Selembar
kertas yang bersih kalian hamparkan di atas lantai rumah yang bersih,
kertas itu menjadi kotoran pada lantai. Demikian pula jika kalian tidur
di tengah jalan raya, sembahyang subuh di siang bolong, atau menyanyikan
lagu keras-keras di rumah sakit. Keburukan adalah kebaikan yang tidak
diletakkan pada ruang dan waktunya yang tepat.”
“Makan
gulai sate itu baik dan bergizi, tapi ia menjadi kejahatan jika kalian
lakukan tanpa berbagi dengan seseorang yang kelaparan yang pada saat itu
berada dalam jangkauanmu.”
“Mengucapkan kata-kata,
mengungkapkan pengetahuan atau menuturkan ilmu; betapa mulia. Tetapi
pada keadaan tertentu yang kalian ucapkan adalah dusta. Jadi mengucapkan
(pada menuturkan ilmu) dan mengucapkan (pada berkata dusta) itu berbeda
(walaupun sama-sama berkata-kata/mengucapkan sesuatu) seperti perbedaan
antara surga dan neraka.”
“Mengambil air di sumur,
mengambil bebuahan di ladang atau mengambil uang disaku; baik itu
adanya. Tetapi sumur siapa, ladang siapa dan saku siapa?? Itulah yang
menentukan apakah kalian mengambil ataukah mencuri.”
0 komentar:
Posting Komentar